Migas Pulau Aceh Masuk Wilayah Sumut, Mendagri Tidak Tahu
Migas Pulau Aceh Masuk Wilayah Sumut Dan Hal Ini Tidak Di Ketahui Oleh Tito Karnavian Selaku Menteri Dalam Negeri. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan bahwa ia belum memiliki informasi rinci terkait potensi sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi (migas) yang mungkin terdapat di empat pulau di Provinsi Aceh. Baru-baru ini potensi migas di empat pulau Provinsi Aceh klasifikasikan sebagai bagian dari wilayah administratif Sumatra Utara. Ia mengemukakan bahwa sejauh ini belum menerima laporan atau mendengar kabar mengenai adanya indikasi kandungan migas di wilayah tersebut. Tito menuturkan bahwa informasi mengenai kemungkinan adanya kekayaan alam berupa migas di area tersebut merupakan hal yang baru baginya. Kemudian ia belum pernah mendapatkan penjelasan sebelumnya terkait hal itu dari pihak manapun.
Pernyataan tersebut di sampaikannya kepada sejumlah jurnalis ketika di temui di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta pada hari Selasa, tanggal 10 Juni 2025. Hal ini muncul setelah di terbitkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) dengan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025. Surat ini menyatakan bahwa empat pulau yang selama ini berada dalam wilayah administratif Kabupaten Aceh Singkil, kini secara resmi di pindahkan ke dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatra Utara. Keempat pulau yang di maksud adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang.
Pengalihan wilayah administratif ini menuai perhatian dari berbagai pihak. Hal ini terutama terkait kemungkinan adanya kandungan sumber energi alam seperti minyak dan gas di kawasan tersebut. Namun, Tito menekankan bahwa dirinya belum memperoleh informasi mengenai aspek tersebut. Ia menyebutkan bahwa isu keberadaan migas itu belum pernah ia dengar sebelumnya. Oleh karenanya ia tidak memiliki data atau pengetahuan mengenai kemungkinan nilai ekonomis dari potensi kekayaan alam di pulau-pulau yang di maksud.
Apresiasi Wacana Pemprov Kelola Bersama Migas Pulau Aceh
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan Apresiasi Wacana Pemprov Kelola Bersama Migas Pulau Aceh yang di kemukakan oleh Gubernur Sumatra Utara, Bobby Nasution. Keempat Pulau di Provinsi Aceh ini memang sedang menjadi perbincangan publik terkait status wilayah administratifnya. Tito menilai bahwa inisiatif yang muncul dari pemerintah daerah, khususnya dalam konteks kerja sama antara dua provinsi untuk mengoptimalkan potensi sumber daya alam, merupakan langkah positif yang layak di dukung. Ia memandang bahwa kolaborasi antara Pemerintah Provinsi Sumatra Utara dan Pemerintah Provinsi Aceh dalam mengatur dan memanfaatkan potensi yang terkandung di Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang menunjukkan adanya semangat sinergi. Semangat sinergi ini tentunya sejalan dengan harapan pemerintah pusat.
Menurut Tito, penyelesaian persoalan perbatasan wilayah yang melibatkan kesepahaman dan kerja sama langsung dari pemerintah daerah masing-masing merupakan pendekatan ideal yang sangat di harapkan oleh pihak pusat. Ia menyampaikan bahwa jika usulan pengelolaan bersama ini datang secara langsung dari para pemimpin daerah seperti Gubernur Sumut, Bobby Nasution, dan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, maka pemerintah pusat akan memberi dukungan sepenuhnya. Tito menganggap hal tersebut sebagai contoh mekanisme penyelesaian yang harmonis dan saling menguntungkan. Yang mana dua daerah yang berbatasan dapat mencari titik temu demi kemajuan bersama.
Lebih lanjut, Tito menjelaskan bahwa langkah-langkah penyelesaian seperti ini sesuai dengan pendekatan yang selama ini di upayakan oleh Kemendagri dalam menangani isu-isu batas wilayah antardaerah. Ia menilai bahwa setiap proses penegasan batas wilayah sebaiknya tidak menimbulkan ketegangan atau konflik. Penegasan batas wilayah ini justru seharusnya membuka ruang untuk kesepakatan yang saling menguntungkan antara daerah yang terlibat.
Batas Wilayah Berimplikasi Pembangunan Daerah
Batas Wilayah Berimplikasi Pembangunan Daerah apabila wilayah tersebut belum memiliki kepastian. Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menjelaskan bahwa persoalan batas wilayah, seperti yang terjadi pada empat pulau yang sebelumnya termasuk dalam Provinsi Aceh namun kini masuk ke dalam wilayah administrasi Sumatra Utara, memiliki dampak signifikan terhadap proses pembangunan di tingkat daerah. Ia menegaskan bahwa penetapan yang jelas atas batas teritorial antardaerah tidak sekadar berkaitan dengan aspek administratif. Hal ini juga berhubungan langsung dengan keberlangsungan program-program pembangunan yang di jalankan oleh pemerintah daerah. Ketidakjelasan batas wilayah, menurut Tito, berpotensi menimbulkan ketidakpastian dari sisi hukum. Kondisi inilah yang bisa memperkeruh berbagai hal yang berkaitan dengan pengelolaan pemerintahan daerah secara menyeluruh.
Tito mengungkapkan bahwa selama sengketa batas wilayah belum di tuntaskan secara resmi dan sah, maka tidak ada kepastian hukum yang menjadi landasan. Khususnya dalam menentukan kewenangan administratif serta tanggung jawab fiskal suatu daerah. Ia menambahkan bahwa kekosongan hukum tersebut akan membawa dampak pada berbagai aspek. Salah satunya adalah penghitungan dana transfer dari pemerintah pusat kepada daerah. Inilah yang biasanya di hitung berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, serta kebutuhan pembangunan. Selain itu, ketidakpastian batas wilayah juga akan mengganggu proses perencanaan pembangunan jangka pendek maupun jangka panjang di tingkat lokal. Pasalnya pemerintah daerah tidak memiliki acuan jelas untuk menentukan prioritas program kerja maupun alokasi anggaran.
Lebih jauh, Tito menilai bahwa kepastian dalam urusan batas wilayah bukan sekadar hal teknis. Lebih dari itu, kepastian ini turut menyangkut stabilitas dan efektivitas tata kelola pemerintahan secara keseluruhan. Ia menyatakan bahwa jika status wilayah suatu daerah masih di perdebatkan atau belum memiliki kejelasan secara hukum, maka perencanaan pembangunan di daerah tersebut akan terganggu. Akibatnya, masyarakat yang tinggal di kawasan itu pun bisa di rugikan. Pasalnya mereka tidak mendapatkan pelayanan publik secara optimal.
Tidak Ada Kepentingan Pribadi
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan bahwa Tidak Ada Kepentingan Pribadi dalam proses penyelesaian konflik batas wilayah yang melibatkan empat pulau ini. Ia menampik anggapan bahwa terdapat motivasi individual atau dorongan subjektif dalam pengambilan keputusan terkait status keempat pulau tersebut. Tito menekankan bahwa langkah yang di ambil oleh pemerintah pusat murni di dasarkan pada upaya menyelesaikan persoalan administratif secara objektif. Penyelesaian ini tentunya juga sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ia juga menyoroti bahwa persoalan batas wilayah serupa bukanlah hal baru. Persoalan ini sudah lama menjadi tantangan di berbagai daerah di Indonesia. Menurutnya, permasalahan serupa bahkan terjadi di ratusan titik lain. Baik di antara provinsi, kabupaten, maupun kota hingga kecamatan.
Tito menyampaikan bahwa keputusan mengenai status keempat pulau itu bukanlah keputusan sepihak dari pemerintah pusat. Keputusan ini merupakan hasil dari serangkaian proses yang panjang dan melibatkan banyak lembaga terkait. Ia menjelaskan bahwa proses penyusunan keputusan ini telah melewati diskusi, klarifikasi, dan koordinasi lintas sektor secara menyeluruh. Namun demikian, kendala muncul karena kedua daerah yang terlibat, yakni Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah, tidak pernah mencapai kata sepakat mengenai batas wilayah secara menyeluruh. Ia memaparkan bahwa sesungguhnya kedua pemerintah daerah pernah menyetujui batas wilayah di wilayah darat. Namun keduanya belum berhasil menemukan titik temu dalam hal batas laut. Karena tidak adanya kesepahaman mengenai garis batas laut, maka kewenangan untuk menetapkan batas tersebut di alihkan kepada pemerintah pusat sebagai penengah.
Migas Pulau Aceh yang sekarang telah masuk ke dalam wilayah administrasi Sumatera Utara memiliki potensi yang luar biasa. Tito Karnavian selaku mendagri mengapresiasi penyelesaian masalah batas wilayah kedua provinsi ini yang melibatkan potensi Migas Pulau Aceh.