Solusi Kecanduan Gula Pada Anak-Anak
Solusi Kecanduan Gula Pada Anak-Anak

Solusi Kecanduan Gula Pada Anak-Anak

Solusi Kecanduan Gula Pada Anak-Anak

Facebook Twitter WhatsApp Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email Print
Solusi Kecanduan Gula Pada Anak-Anak
Solusi Kecanduan Gula Pada Anak-Anak

Solusi Kecanduan Gula Pada Anak Kini Menjadi Perhatian Serius Seiring Meningkatnya Kasus Obesitas Dan Diabetes Anak Di Indonesia. Data terbaru menunjukkan bahwa pada tahun 2022, prevalensi diabetes anak melonjak drastis. Hal ini mencapai 2 kasus per 100,000 anak atau meningkat hingga 70 kali lipat di bandingkan tahun 2010. Tak hanya itu, angka obesitas juga menunjukkan tresn yang mengkhawatirkan, dengan kenaikan sepuluh kali lipat dari tahun 1975 hingga 2017. Fenomena ini menjadi peringatan keras akan pentingnya mengontrol konsumsi gula berlebih sejak dini. Salah satu faktor utama pemicu lonjakan ini adalah mudahnya akses anak terhadap makanan dan minuman tinggi gula. Terutama, jajanan yang di jual bebas di sekolah maupun lingkungan sekitar. Ironisnya, hingga saat ini belum ada kebijakan resmi dari pemerintah yang secara khusus mengatur kandungan gula dalam produk yang di tujukan untuk anak-anak. Kurangnya regulasi ini membuka celah terjadinya konsumsi berlebihan yang berujung pada kertergantungan.

Kecanduan gula pada anak tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik seperti berat badan berlebih atau diabetes. Tetapi, juga dapat mempengaruhi kondisi mental, seperti perubahan suasana hati, gangguan konsentrasi, hingga perilaku impulsif. Oleh karena itu, peran orang tua, guru, dan tenaga kesehatan sangat penting dalam mengedukasi anak serta menciptakan lingkungan yang lebih sehat. Isu ini menjadi fokus utama dalam media briefing daring yang di selenggarakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada Selasa, 26 November 2024.

Dengan mengusung tema “Mengontrol Sugar Addiction pada Anak”, acara ini menyoroti pentingnya strategi pencegahan dan penanganan kecanduan gula melalui pendekatan edukatif, perubahan pola makan, serta keterlibatan lintas sektor. Kesadaran dan aksi kolektif sangat di butuhkan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh sehat tanpa ketergantungan pada gula. Hal ini yang diam-diam menjadi ancaman nyata bagi masa depan mereka.

Mencari Solusi Kecanduan Gula Yang Tepat

Kecanduan gula pada anak tidak bisa di anggap remeh. Menurut Prof Dr dr Siska Mayasari Lubis M.Ked(Ped), SpA(K), anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), perilaku adiktif terhadap gula memiliki kemiripan dengan ketergantungan terhadap zat-zat adiktif lainnya. Anak yang mengalami kondisi ini cenderung makan secara berlebihan. Ini menunjukkan gejala ketika berhenti mengonsumsi gula, serta memiliki dorongan kuat untuk terus mengonsumsinya. Prof Siska menjelaskan bahwa setelah gula masuk ke dalam tubuh, ia akan beredar dalam darah dan mencapai otak. Di sana, gula memicu aktivitas pada reseptor dopamin dan opioid, dua sistem yang berperan dalam menciptakan rasa senang dan nyaman. Ketika otak terus-menerus terpapar kadar gula tinggi, kemampuan anak untuk mengatur perilaku dan mengendalikan diri akan melemah. Sehingga, muncul kecenderungan untuk terus mencari asupan manis.

Kondisi ini bahkan bisa memicu gejala seperti rasa lapar berlebihan, ledakan emosi, hingga tantrum, yang hanya mereda jika anak kembali di beri makanan atau minuman manis. Pola ini menciptakan lingkaran setan yang berbahaya dan berisiko menyebabkan penyakit tidak menular seperti obesitas dan diabetes di usia dini. Oleh karena itu, orang tua dan pengasuh perlu memahami pola ini dan mulai Mencari Solusi Kecanduan Gula Yang Tepat. langkah awal dapat di mulai dari pengurangan bertahap konsumsi makanan tinggi gula. Hal ini mengganti camilan manis dengan pilihan yang lebih sehat, serta memberikan edukasi serta konsisten mengenai dampak gula berlebih.

Upaya ini sebaiknya juga di dukung oleh lingkungan sekolah dan regulasi pemerintah yang berpihak pada kesehatan anak. Dengan pendekatan menyeluruh, solusi kecanduan gula tidak hanya mencegah dampak jangka panjang, tetapi juga membantu anak-anak tumbuh dengan kebiasaan makan yang lebih sehat dan seimbang. Penting bagi semua pihak untuk turut ambil bagian dalam solusi kecanduan gula, demi masa depan generasi yang lebih sehat dan bebas dari ketergantungan.

Preferensi Rasa

Preferensi Rasa manis, asin, dan gurih merupakan sesuatu yang secara alami di miliki oleh bayi sejak lahir. Hal ini menjelaskan mengapa bayi yang baru lahir lebih menyukai cairan yang manis di bandingkan dengan yang hambar atau kurang manis. Namun, faktor bawaan in bukan satu-satunya yang membentuk selera anak. Lingkungan, terutama kebiasaan makan di rumah, sangat mempengaruhi perkembangan preferensi rasa anak di kemudian hari. Gaya hidup orang tua menjadi salah satu faktor utama dalam membentuk pola makan anak. Anak-anak cenderung meniru apa yang mereka lihat dan konsumsi sehari-hari di rumah. Ketika mulai mengenal makanan pendamping ASI, penerimaan terhadap berbagai rasa sangat bergantung pada jenis nutrisi yang di berikan sejak awa. Hal ini baik melalui ASI maupun susu formula. Prod Dr dr Siska Mayasari Lubis, M.Ked(Ped), SpA(K), menjelaskan bahwa bayi yang di beri susu formula mengalami paparan rasa yang relatif sama, terutama rasa manis.

Di sisi lain, ASI tetap memiliki rasa manis, tetapi aromanya dapat bervariasi tergantung pada jenis makanan yang di konsumsi ibu. Dengan kata lain, variasi rasa pada ASI bisa membantu memperluas toleransi rasa bayi sejak dini. Yang perlu di waspadai adalah kebiasaan memberikan air manis atau minuman manis secara rutin pada bayi. Kebiasaan ini dapat memperkuat kecenderungan anak untuk terus mencari rasa manis di kemudian hari. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa asupan gula berlebih pada usia dini berpotensi mempengaruhi kebiasaan konsumsi minuman manis hingga masa remaja. Memahami hal ini sejak awal menjadi langkah penting dalam mencari solusi kecanduan gula pada anak.

Edukasi orang tua, perubahan pola konsumsi keluarga, serta pemilihan nutrisi yang tepat sejak bayi adalah bagian dari upaya membangun fondasi kesehatan yang kuat. Dengan pendekatan holistik, solusi kecanduan gula dapat di terapkan lebih efektif dalam jangka panjang untuk menciptakan generasi yang lebih sehat dan sadar gizi.

Peran Penting Dalam Mencegah Hal Ini

Konsumsi gula yang berlebihan pada anak dapat memicu berbagai masalah kesehatan. Hal ini baik dalam jangka pendek maupun panjang. Efek langsung yang sering terlihat meliputi lonjakan energi yang tidak stabil, kesulitan untuk fokus. Serta, juga meningkatnya risiko kerusakan gigi. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini berdampak pada perkembangan otak. Terutama, pada fungsi kognitif dan emosional anak. Paparan gula secara terus-menerus juga mempengaruhi sistem kerja otak. Hal ini khususnya pada jalur penghargaan yang berkaitan dengan rasa senang dan puas. Jika jalur ini menjadi kurang sensitif akibat konsumsi gula yang tinggi, maka anak cenderung mengalami ketergantungan dan keinginan berlebih terhadap makanan manis.

Orang tua memiliki Peran Penting Dalam Mencegah Hal Ini. Mengganti camilan manis dengan makanan sehat, membatasi asupan gula secara perlahan. Serta, juga mengajarkan kebiasaan makan dan minum yang baik bisa menjadi langkah awal. Menjadi contoh yang baik, makan bersama anak, dan mendorong aktivitas fisik juga termasuk strategi pencegahan yang efektif. Dengan peran aktif orang tua dan dukungan lingkungan yang sehat, kita dapat menemukan Solusi Kecanduan Gula.

Share : Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email WhatsApp Print

Artikel Terkait